Selasa, 09 Juni 2009

PROPOSAL SEYKH SULAIMAN AR RASULI DAN PEMIKIRANNYA TENTANG PERUBAHAN SYSTEM PENDIDIKAN SURAU MENJADI SYSTEM PENDIDIKAN KLASIKAL

PROPOSAL SEYKH SULAIMAN AR RASULI DAN PEMIKIRANNYA TENTANG PERUBAHAN SYSTEM PENDIDIKAN SURAU MENJADI SYSTEM PENDIDIKAN KLASIKAL

Hs. Hasibuan Botung

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Text Box: 1Kajian tentang pemikiran para ahli pendidikan Islam pada masa lampau baik tradisional maupun modern telah banyak dilakukan oleh para sarjana muslim akhir-akhir ini.[1] Upaya untuk mengupas dan meneliti bagaimana cara pandang, metode,[2] sistem[3] dan upaya yang dilakukan oleh pemikir pendidikan pada masa lampau dimaksudkan untuk mengungkapkan sisi-sisi positif yang ada agar dapat diimplementasikan dan dikembangkan pada saat ini. Adanya upaya untuk mengungkapkan pemikiran para ahli tersebut membuktikan bahwa pembaruan dan pendidikan sangat penting artinya dalam kehidupan[4], ia tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, karena kehidupan adalah dinamis dan senantiasa berkembang. Pendidikan mutlak ada dan selalu diperlukan selama ada kehidupan.[5] Hal ini senada dengan batasan resmi mengenai pendidikan, yaitu usaha yang dijalankan dengan sengaja, teratur, dan terencana dengan maksud mengubah tingkah laku manusia ke arah yang diinginkan.[6] Sebagai suatu usaha yang dilakukan dengan sengaja, teratur dan terencana, sudah barang tentu penyelenggaraan pendidikan tidak dapat dilakukan secara serampangan.

Sajak dahulu kegiatan pendidikan telah dirintis dan dilakukan oleh para pemikir,[7] meskipun dengan peralatan yang sederhana dan serba terbatas, tetapi kegiatan proses belajar mengajar tetap dilakukan dengan semangat dan penuh dengan kesadaran. Semangat juang, kepribadian yang ditemukan dari para pemikir lama menjadi sebuah contoh perbandingan yang mungkin saja tidak dapat dilakukan oleh pendidik masa kini.[8] Meskipun begitu nilai-nilai yang mereka anut tentu akan dapat menjadi inspirasi bagi pendidik untuk saat ini. Menyadari akan pentingnya arti pendidikan, maka harus dilakukan pembaharuan-pembaharuan dalam bidang pendidikan. Dan inilah yang dilakukan oleh ahli dan pemerhati pendidikan sejak dahulu sampai sekarang.

Sejauh ini, Sumatera Barat merupakan salah satu daerah yang
melahirkan banyak ulama terkemuka.[9] Di antara ulama terkemuka tersebut adalah
Syeikh Sulaiman ar-Rasuli. Salah satu ahli yang begitu konsen dalam melakukan pembaruan di bidang pendidikan pada masanya adalah Sulaiman Ar Rasuli. Dia adalah seorang tokoh besar kharismatik
[10] Sumatera Barat yang berhasil menyakinkan ulama dan guru-guru besar pada masanya agar beralih dari pelaksanaan sistem pendidikan surau[11] menjadi pendidikan yang memakai kelas (klasikal). Upaya ini dalam catatan sejarah menjadi sebuah prestasi besar dari usaha dan kerja keras yang sebelumnya mendapat perlawanan dari para ulama-ulama besar setempat.[12] Prestasi ini juga menyebapkan Ar Rasuli ditetapkan sebagai ulama pertama yang menciptakan sistem pembelajaran kelas dalam pendidikan Islam (baca: madrasah) di Sumatera Barat bahkan di Indonesia. Dalam catatan sejarah sebenarnya ide pertama pendirian madrasah –sebagai perubahan bentuk dari surau-- bukanlah Ar Rasuli, tetapi Qadhi Ladang Lawas yang juga berasal dari Bukit Tinggi. Namun demikian, karena power maupun pengaruhnya kurang dikalangan ulama, akhirnya madrasah yang dibukakanya kandas dan terpaksa tutup karena dua hal: pertama tidak didukung oleh ulama sekitarnya; dan kedua karena anak kemenakan mereka tidak diperbolehkan bersekolah pada madrasah tersebut.[13]

Pada masa itu masyarakat Minang masih menggunakan sistem pengajian surau atau sistem salafiyah sebagai sarana transfer pengetahuan.[14] Surau sebagai lembaga pendidikan Islam tertua, telah lama menjadi lembaga pendidikan di Minangkabau dan telah melahirkan banyak ulama, dengan demikian keberadaan surau sebagai lembaga pendidikan sangat menyatu dalam kehidupan masyarakat. Secara historis surau dipandang sebagai “kompor” pelatihan dan pendidikan Islam. Sebelum mendirikan madrasah/sekolah, Sulaiman Ar Rasuli juga belajar di surau dengan beberapa guru lokal di Sumatera Barat. Guru-gurunya adalah Tuangku Sami Ilmiyah di Baso, Syeikh Muhammad Thaib Umar di Batu Sangkar, dan Syeikh Abdullah Halaban di Payakumbuh. Selanjutnya untuk menambah pengetahuannya tentang Islam maka pada tahun 1903 dia pergi ke sumber aslinya di Mekkah untuk haji dan berguru pada Syeikh Ahmad Khatib Al-Minangkabawy yang sebelumnya telah diketahui juga berasal dari Bukit Tinggi Minangkabau.[15] Dia juga belajar dengan Syeikh Muchtar At-Tharid, Syeikh Nawawi Al Banteny, Sayyid Umar Bajened dan Syeikh Sayid Abbas El-Yamani, Syaikh Wan Ali Kutan al-Kelantani, Syaikh Ahmad Muhammad Zain al-Fathani[16] dan ulama-ulama lainnya di sana.

Selama tiga setengah tahun dia belajar, pada tahun 1907 dia pulang ke kampung halaman, dan pada saat itu mulailah Sulaiman Ar Rasuli mengembangkan ilmunya. Diduga ide tentang pendirian madrasah sudah ada ketika ia masih di Mekkah, namun secara praktisnya baru dapat diaplikasikan ketika dia sudah kembali ke Indonesia. Sebelum berdiri madrasah Tarbiyah Islamiyah dan madrasah-madrasah lainnya di Minangkabau, terdapat juga lembaga-lembaga pendidikan Islam di daerah ini yang umumnya memakai sistem khalaqah di surau-surau.[17] Pada saat madrasah (MTI: Madrasah Tarbiyah Islamiyah) didirikan, --yang bertempat di Surau Baru Candung--ternyata mendapatkan sambutan positif dari masyarakat. Murid-muridnya banyak berdatangan dari berbagai daerah, seperti Padang, Riau, Jambi, Bengkulu, dan Tapanuli, Aceh dan bahkan ada yang datang dari Malaysia.[18] Ini berarti Sulaiman ar-Rasuli berhasil dalam mengubah system pendidikan surau dengan metode halaqoh yang telah melekat pada masyarakat –karena banyak melahirkan ulama—menjadi system pendidikan madrasah dengan kelas-kelas tertentu.

Pertanyaan yang pantas diajukan dari keberhasilan Sulaiman ar-Rasuli tersebut adalah mengapa dia berhasil, upaya apa yang dia lakukan, bagaimana pendekatannya dalam menyakinkan masyarakat minangkabau, dan mengapa hasil pemikirannya itu diadopsi oleh madrasah/pesantren se Indonesia? Bertolak dari persoalan yang telah dikemukakan di atas, agaknya perlu dilakukan kajian lebih lanjut. Setidaknya ada beberapa alasan mendasar kenapa kajian ini perlu dilakukan. Pertama, karena sepanjang yang diketahui belum ada penelitian yang terfokus pada pemikiran Sulaiman ar-Rasuli dalam upayanya mengubah sistem pendidikan surau (khalaqah) menjadi sistem pendidikan kelas pertama di Indonesia. Kedua dengan mengetahui bagaimana taktik, dan lobi Sulaiman ar-Rasuli dalam merubah sistem pendidikan pada masanya akan memicu semangat para generasi (pendidik) sekarang untuk membuat perubahan-perubahan yang sangat mendasar tentang sistem pendidikan khsusunya pendidikan madrasah ke arah yang lebih maju.

B. Rumusan dan Batasan Masalah

1. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan masalah dari penelitian ini yaitu, bagaimanaka pemikiran Syeikh Sulaiman ar-Rasuli tentang perubahan sistem pendidikan surau (khalaqah) menjadi sistem pendidikan kelas?

2. Batasan Masalah

Agar pembahasan penelitian ini tetap fokus pada kajian yang akan diteliti, maka peneliti menetapkan batasan masalah sebagai berikut:

    1. Sulaiman ar-Rasuli dan Pemikirannya tentang Pendidikan Islam
    2. Sistem pendidikan surau (khalaqah) menjadi pendidikan madrasah (kelas) menurut Sulaiman ar-Rasuli

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hasil analisis, tentang pemikiran Sulaiman ar-Rasuli mengenai perubahan sistem pendidikan surau (khalaqah) menjadi pendidikan madrasah (kelas). Sedangkan secara khusus, tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui Pemikiran Sulaiman ar-Rasuli tentang Pendidikan Islam

2. Untuk mendeskripsikan sistem pendidikan surau (khalaqah) menjadi pendidikan madrasah (kelas) menurut Sulaiman ar-Rasuli

Seiiring dengan tujuan penelitian di atas, maka kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi pakar dan akademisi, diharapkan penelitian ini menjadi kontribusi pemikiran Islam tempo dulu dalam memformulasikan paradigma pendidikan masa depan

2. Bagi para pendidik, diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan kajian dan input instrumental bagaimana guru membina hubungan intraktif dengan siswa dan bagaimana mewujudkan pendidikan kelas yang harmonis.

3. Bagi pemerintah, kajian ini hendaknya dapat dijadikan sebagai masukan pemikran dalam mengambil kebijakan strategis untuk membangun prinsip-prinsip, dan nilai-nilai pendidikan dalam bingkai pendidikan nasional.

D. Definisi Operasional

Judul Penelitian “Pemikiran Sulaiman ar-Rasuli tentang Perubahan Sistem Pendidikan Surau (khalaqah) menjadi Sistem penddikan Madrasah (Kelas)” terdiri atas beberapa istilah kunci. Untuk menghindari kesalah pemahaman dalam memahami tulisan ini, maka perlu diberikan penjelasan tentang beberapa istilah pada tema penelitian ini.

Pertama Pemikiran: berasal dari kata pikir yaitu akal budi.[19] Sedang pemikiran adalh proses, cara, perbuatan memikir: problem yang memerlukan pikiran dan pemecahan.[20] Pemikiran yang dimaksud dalam skripsi ini adalah: proses berpikir dengan berbagai cara dalam menemukan susuatu yang baru.

Kedua Perubahan: hal keadaan berubah; peralihan; pertukaran.[21] Perubahan yang dimaksud dalam skripsi ini adalah sebuah pertukaran dari suatu cara dan sistem lama menjadi cara dan sistem baru.

Ketiga Sistem: Fairchild merumuskan sistem adalah “An aggregate of related interest or activities. There is the assumption of an organization of parts or phases in orderly arrangement”.[22] Artinya sistem adalah sebuah hubungan terkait dengan aktivitas-aktivitas, yang terdapat asumsi dari bentuk bagian organisasi-organisasi yang terencana. Menurut Johnson dkk, diterjemahkan oleh Pamudji “Sistem adalah suatu kebulatan/keseluruhan yang kompleks atau terorganisir; suatu himpunan atau perpaduan hal-hal atau bagian-bagian yang membentuk suatu kebulatan/keseluruhan yang kompleks atau utuh”.[23] Sedangkan Kaufman menyebutkan bahwa “system is the sum total of parts working independently or working together to achieve required results or outcomes based on needs”.[24] (Sistem adalah suatu totalitas yang tersusun dari bagian-bagian yang bekerja secara sendiri-sendiri (independent) atau bekerja bersama-sama untuk mencapai hasil atau tujuan yang diinginkan berdasarkan kebutuhan).

Keempat Pendidikan Surau. Surau adalah tempat penanaman nilai keagamaan, moral, etika dan belajar baca tulis Al-Qur’an serta tempat pelaksanaan ibadah[25] Surau juga diartika sebagai suatu bangunan kecil tempat shalat yang dipergunakan juga sebagai tempat mengaji Alquran bagi anak-anak dan tempat belajar agama bagi orang dewasa[26] Secara ringkas maksud surau dalam penelitian ini adalah tempat beribadah dan belajar menuntut ilmu.

Kelima halaqoh: adalah suatu tempat pra santri mengerumuni seorang kiai.[27] Tamin Ritonga mengartikan halaqoh sebagai belajar bersama-sama dengan berdiskusi untuk mencocokkan pemahaman mengenai arti terjemahan dari isi kitab, bukan mendiskusikan apakah isi kitab dan terjemahan yang diberikan oleh kiyai atau ustadz tersebut benar atau salah[28] Yang dimaksud halaqoh dalam skripsi ini adalah pembelajaran yang dilakukan secara duduk, berlingkar mengelilingi guru.

Keenam Madrasah: Kata "madrasah" dalam bahasa Arab adalah bentuk kata "keterangan tempat" (zharaf makan) dari akar kata "darasa". Secara harfiah "madrasah" diartikan sebagai "tempat belajar para pelajar", atau "tempat untuk memberikan pelajaran".[29] Dari akar kata "darasa" juga bisa diturunkan kata "midras" yang mempunyai arti "buku yang dipelajari" atau "tempat belajar"; kata "al-midras" juga diartikan sebagai "rumah untuk mempelajari kitab Taurat".[30] Kata "madrasah" juga ditemukan dalam bahasa Hebrew atau Aramy, dari akar kata yang sama yaitu "darasa", yang berarti "membaca dan belajar" atau "tempat duduk untuk belajar". Dari kedua bahasa tersebut, kata "madrasah" mempunyai arti yang sama: "tempat belajar".[31] Jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, kata "madrasah" memiliki arti "sekolah" kendati pada mulanya kata "sekolah" itu sendiri bukan berasal dari bahasa Indonesia, melainkan dari bahasa asing, yaitu school atau scola.[32]

Pendidikan Kelas. Kelas adalah ruang tempat belajar disekolah.[33] Jadi pendidikan kelas adalah sistem pendidikan yang telah menggunakan ruangan-ruangan/tingkatan-tingkatan tertentu sebagai tempat belajar.

Berdasarkan istilah di atas maka yang dimaksud dengan judul penelitian ini adalah menelusuri tentang konsep dan ide-ide Sulaiman ar-Rasuli menukar Sistem Pendidikan yang dilakukan di Surau dengan cara duduk berlingkar menjadi Sistem penddikan yang dilakukan di Madrasah dengan memakai ruangan-ruangan belajar yang disertai dengan meja dan bangku belajar serta peralatan belajar lainnya.

E. Kajian Penelitian dan Buku yang Relevan

Secara umum kajian tentang Sulaiman ar-Rasuli sudah cukup banyak diteliti dan ditulis oleh para penulis dan peneliti terdahulu seperti Alaidin Koto[34] yang menulis tentang ketokohan dan kiprah pemikiran politik Sulaiman ar-Rasuli pada masa Belanda. Kajian ini jelas lebh mengedepankan sisi-sisi kemampuan politik ar-Rasuli dari pada pemikirannya tentang pendidikan, oleh karena itu sangat berbeda dengan penelitian yang akan diungkapkan oleh peneliti dalam skripsi ini. Selanjutnya Hamdan Izmi (ed)[35] menulis kembali tentang pertalian adat dan syara’ salah satu tulisan karangan Sulaiman ar-Rasuli. Buku ini lebihg banyak mengedepankan tentang masalah adat sitiadat dan hubungannya dengan syara’, karena itu buku ini hanya dapat dijadikan sebagai rujukan tentang biografi Sulaiman ar-Rasuli dan belum dapat menunjukkan pemikirannya dalam bidang pendidikan. Kemudian karya tulisan Mahmud Yunus[36] tentang Sejarah Pendidikan Islam, cukup banyak mengemukakan pemikiran ulama-ulama Minangkabau juga dapat dijadikan sebagai referensi. Dari segi dakwah dan politik Shalahuddin Hamid dan Iskandar Ahza[37], menulis tentang perjuangan Sulaiman ar-Rasuli dalam memberikan dakwah kepada masyarakat dan mendirikan organisasi besar sebagai wahana berkumpulnya ulama yang disebut ittihadul ulama dan juga mendirikan madrasah PERTI (Perastuan Tarbiyah Islamiyah).

F. Metode Penelitian

Menurut McMillan dan Schumacher[38] metode bisa diartikan sebaai “cara seseorang mengumpulkan dan menganalisis data, atau menurut pendapat Cohen dan Manion[39] sebagai teknik dan prosedur yang dipakai dalam proses pengumpulan data. Jadi metodologi menurut McMillan dan Schumacher bisa didefinisikan sebagai “rancangan yang dipakai peneliti untuk memilih prosedur pengumpulan dan analisis data untuk menyelidiki masalah penelitian tertentu. Lebih ringkas HS. Hasibuan mengutip pendapat Kaplan (1964)[40] menyatakan metodologi adalah “pengkajian, pemerian, penjelasan dan pembenaran metode.

1. Jenis dan Metode Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam jenis penggabungan penelitian kepustakaan (library research) dan penelitian lapangan (field research). Pengertian kepustakaan adalah penelitian yang mengumpulkan berbagai literatur hasil penelitian dan buku-buku. Kajian library research ini lebih mengedepankan analisis rasional dan teoritik dari pada uji empirik, oleh karena itu metode penulisan yang digunakan adalah metode content analysis (analisis isi). Menurut Imam Munawir[41] menyadur pendapat Goode dan Hatt content analysis banyak membahas tentang hal-hal yang berkaitan dengan media komunikasi. Analisis isi[42] sering kali disebut sebagai analisis dokumen yang mencoba menelaah secara sistematis atas catatan-catatan atau dokumen-dokumen sebagai sumber data. Baik catatan-catatan, buku, surat kabar, maupun dokumen lannya secara tertulis merupakan bagian dari media komunikasi. Sedangkan penelitian lapangan (field research) adalah penelitian yang memanfaatkan metode observasi, interviu secara langsung, serta mengumpulkan data dan fakta-fakta yang tidak tertulis. Oleh karena itu kedua model penelitian ini selanjutnya akan digabung untuk memperoleh data penelitian yang lebih akurat dan konkrit.

2. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Melalui literatur primer dan skunder

Upaya yang dilakukan oleh penulis dalam pengambilan data, menggunakan literatur primer yaitu buku-buku karangan Sulaiman ar-Rasuli dan literatur skunder yaitu buku-buku penunjang. Dari data primer ini akan dianalisi dan dideskripsikan pemikirannya tentang perubahan pendidikan surau (klasikal) menjadi pendidikan madrasah (kelas). Untuk mengetahui makna dan maksud dari kata-kata atau term-term dari ayat maupun hadits, penulis menggunakan kamus bahasa Arab, dan kitab-kitab tafsir yang mengkaji tentang pendidikan Islam dalam al-Quran dan hadits. Tafsir yang digunakan misalnya tafsir Musthafa al-Maraghi, Ibnu Katsir, al-Qurthubi, Thaba al-Thaba’i, Zamakhsyari, Fakhru al Razi, Hamka, dan Qurasy shihab. Sumber data yang berasal dari buku-buku sebagai data primer diantaranya: Pemikiran Politik Pertsatuan Tarbiyah Islamiyah (1945-1970), (Alaidin Koto, 1996), Pertalian Adat dan Syara’, (Hamdan Izmi (ed), 2003), Sejarah Penddikan di Indonesia, (Mahmud Yunus, 1993) dan 100 Tokoh Islam, (Shalahuddin Hamid dan Iskandar Ahza, 2003)

b. Melalui Observasi dan Wawacancara dan studi dokumen

Teknik yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitian adalah:

Pertama: Observasi: yaitu peneliti melakukan pengamatan langsung ke madrasah yang dibangun oleh Sulaiman ar-Rasuli dan Organisasi PERTi ayng didirikannya. Pendekatan observasi yang dilakukan peneliti adalah dengan teknik berperan serta (participant observation) dan tidak berperan serta. Makna dari observasi partisipan menurut Sanafiah Faisal,[43] yaitu peneliti hadir dalam suatu situasi dan berperanserta dengan orang-orang di dalam lokasi penelitian. Sedangkan observasi tidak berperan serta maksudnya peneliti hadir dalam situasi sosial akan tetapi hanya menyaksikan berbagai peristiwa atau melakukan tindakan secara pasif.

Kedua Wawancara: yaitu peneliti mengajukan beberapa pertanyaan baik yang berstruktur maupun yang tidak berstruktur kepada para aktor yang dijadikan sebagai informan. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada aktor penelitian tersebut, sifatnya tidak menyinggung perasaan aktor yang dijadikan sebagai subjek penelitian. Menurut Merriam[44] wawancara adalah salah satu metode yang memanfaatkan nalar manusia. Untuk itu tujuan wawancara ini adalah untuk mengetahui tentang apa saja yang ada dalam pikiran, perasaan, niat, perilaku, ataupun tanggapan para aktor/informan penelitian tentang Sulaiman ar-Rasuli dan pemikirannya tentang perubahan sistem pendidikan surau (halaqoh) menjadi system pendidikan madrasah (kelas). Diharapkan melalui wawancara ini peneliti dapat memahami dan mengenal persfektif mereka. Namun demikian, dalam melakukan wawancara “sesekali peneliti akan menggunakan siasat untuk mengorek secara netral atau memberikan pertanyaan tindak lanjut,[45]” jika informan ragu-ragu dalam menjawab atau memberikan keterangan yang tidak lengkap. Tujuan utama mengorek keterangan dari responden menurut Bailey[46] (1978: 202) adalah untuk mendapatkan penjelasan tentang “perasaan yang paling dalam dan paling subjektif dari responden”. Dengan kata lain mengorek keterangan dilakukan untuk mendorong informan memberikan jawaban yang lebih lengkap, terstruktur, dan cermat.

Ketiga Studi dokumen (document study): yaitu peneliti mengumpulkan informasi/data penelitian melalui dokumen yang berkaitan dengan fokus penelian. Menurut definisi dokumen sesunguhnya adalah “sumber data yang siap pakai”.[47]. Contoh-contoh dokumen yang dimaksud yaitu Surat Keterangan, dokumen pribadi, surat pribadi, buku-buku, laporan serta arsip-arsip lainnya.

3. Teknik Pengolahan (analisis) Data

Data yang terkumpul dari berbagai sumber baik primer maupun skunder kemudian dianalisa dengan pendekatan analisis konten sehingga dapat mendeskripsikan tentang pemikiran Sulaiman ar-Rasuli tentang perubahan sistem pendidikan surau (halaqoh) menjadi system pendidikan madrasah (kelas). Analisis isi pada skripsi ini dilakukan dengan langkah-langkah sesuai dengan yang dikemukakan Noeng Muhajir, yaitu: 1) menerangkan dan menjelaskan teks yang ada sesuai dengan hasil rancangan yang ditentukan, 2) rancangan tersebut diproses dengan cara sistematis sesuai dengan kategori dan klasifikasi, 3) proses pembahasan masalah dianalisis berdasarkan deskripsi yang dimanifestasikan sebelumnya, dan 4) dari analisis perkembangan tersebut diambil kesimpulan secara umum.[48]

4. Teknik Penulisan

Teknik penulisan pada skripsi ini berpedoman pada buku pedoman Penulisan Skripsi, yang ada dilingkungan IAIN Imam Bonjol Padang. Selain itu penggunaan struktur kalimat, berpedoman pada buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnaan yang diterbitkan oleh Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kecuali hal-hal tertentu penulisan juga dipengaruhi oleh pembimbing penulis. Sedangkan untuk memudahkan dalam membaca teks (tulisan) Arab, penulis mentransliterasikannya ke dalam Bahasa Indonesia yang berpedoman pada transliterasi yang disusun oleh Abdul Aziz Dahlan dalam bukunya: Penilaian Teologis atas Paham Wahdah al-Wujud: Tuhan, Alam, Manusia, dalam tasawuf Syamsuddin Sumatrani, yang diterbitkan oleh IAIN IB Press, tahun 1999.

F. Sistematika Penulisan

Bab I Pendahuluan, berisikan: latar belakang masalah, rumusan dan batasan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, definisi operasional, kajian penelitian yang relevan, metode penelitian, dan sistematika penelitian

Bab II Berisikan tentang, Pendidikan Islam yang terdiri dari pengertian pendidikan Islam, karakteristik pendidikan Islam, dan tujuan pendidikan Islam.

Bab III. Berisikan tentang Sulaiman ar-Rasuli dan pemikirannya tentang pendidikan Islam yang terdiri dari: biografi Sulaiman ar-Rasuli, Karya-karya Sulaiman ar-Rasuli, dan pendidikan Islam menurut Sulaiman ar-Rasuli

Bab IV Berisikan tentang Situasi Budaya Dan Pendidikan Pada Masa Sulaiman Ar-Rasuli yang terdiri dari budaya Minangkabau pada masa Sulaiman ar-Rasuli, pendidikan surau pada masa Sulaiman ar Rasuli, dan pemikiran Sulaiman ar-Rasuli tentang perubahan sistem pendidikan surau (halaqoh) menjadi madrasah (klasikal)

Bab V Berisikan tentang Penutup yang terdfiri dari kesimpulan dan saran-saran.

OUT LINE

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

B. Rumusan dan Batasan Masalah

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

D. Definisi Operasional

E. Kajian Penelitian yang Relevan

F. Metode Penelitian

G. Sistematika Penelitian

BAB II PENDIDIKAN ISLAM

A. Pengertian Pendidikan Islam

B. Karakteristik Pendidikan Islam

C. Tujuan Pendidikan Islam

BAB III SULAIMAN AR RASULI DAN PEMIKIRANNYA TENTANG PENDIDIKAN ISLAM

A. Biografi Sulaiman ar-Rasuli

B. Karya-karya Sulaiman ar-Rasuli

C. Pendidikan Islam Menurut Sulaiman ar-Rasuli

BAB IV SITUASI BUDAYA DAN PENDIDIKAN PADA MASA SULAIMAN AR-RASULI

A. Budaya Minangkabau pada Masa Sulaiman ar-Rasuli

B. Pendidikan Surau pada Masa Sulaiman ar Rasuli

C. Pemikiran Sulaiman ar-Rasuli tentang Perubahan Sistem Pendidikan Surau (halaqoh) menjadi Madrasah (klasikal)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran-saran

DAFTAR RUJUKAN

Aboebakar, Sejarah Hidup K.H .A Wahid Hasyim dan Karangan Tersiar, (Jakarta: Panitia Buku Peringatan Alm. K.H. A. Wahid Hasyim, 1957)

Abu Luwis al-Yasu'I, al-Munjid Fi al-LughahWa al-Munjid Fi al-A'lam, Cet.-23, (Dar al-Masyriq, Beirut, tt)

Admin, Syaikh Sulaiman Ar Rasuli (1287-1390H), (http://bahrusshofa.blogspot.com/2006/09/syaikh-sulaiman-ar-rasuli.html, 2007)

Al Chaedar, Pengantar Pemikiran Politik Proklamator Negara Islam Indonesia SM. Kartsuwiryo, (Jakarta: darul Falah, 1999)

Alaidin Koto, Pemikiran Politik Pertsatuan Tarbiyah Islamiyah (1945-1970), (Pekanbaru: Susqa Press, 1996)

Cohen, L. & Manion, L, Research Methods in Education (4th ed.). (London & New York: Routhledge, 1994)

Dekan Fak. Adab, Proposal Penelitian 30 Ulama Sumatera Barat, (Padang: Puslit IAIN, 2007)

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesa, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990)

Duksi Samad, Syeikh Burhanuddin dan Islamisasi Minangkabau, Jakarta: The Minangkabau Foundation, 2002)

Dzul 'Ashfi, Syeikh Sulaiman Ar-Rasuli (Ciputat: Pesantren Luhur Ilmu Hadis Darus-Sunnah, 2009)

Edward (ed), Riwayat Hidup dan Perjuangan 20 Ulama Besar Sumatera Barat, (Padang: Islamic Cenre Sumatera Barat, 1981)

Elizabeth E.Graves, Minangkabau Respon Dutch Colonia Rule Nineteenth Centuri, New York 1981. Trj. Mestika Zed, Reaksi Minangkabau Terhadap Kolonialisme Belanda Abad XX (Padang: IKIP, 1986)

Fairchild, P Henry. Dictionary of Sociologi and Related Sciences, (New Jersey: Littelefield Adams & Co, Paterson, 1961)

H.A. Malik Fadjar, Visi Pembaruan Pendidikan Islam (Jakarta: LP3NI, 1998)

Hamdan Izmi (ed), Pertalian Adat dan Syara’, (Jakarta: Ciputat Press, 2003)

Harian Republika, Surau, (http://www.republika.co.id, 2007)

HS. Hasibuan, Proses Komunikasi Atasan dan Bawahan dalam Pelaksanaan Tugas di STIT YAPTIP Pasaman Barat, (Padang, Pascasarjana UNP, 2008)

Imam Munawir, Metode-Metode Penelitian Sosial, (Surabaya: Usaha Nasional, T,t)

Indrawan WS, Kamus Lengkap Bahasa Indosnesia,(Jombang: Lintas Media, tt)

Jhonson, Richard A, Kast, Fremont E, dan Rosenzweig (1963). Terjemah: Pamudji, S Teori Sistem dan Penerapannya dalam Management, (Jakarta: Ictiar Baru- Van Hoeve, 1980)

JJ. Hasibuan, Proses Belajar Mengajar Keterampilan Dasar Pengajaran Mikro, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1988)

K.D. Bailey, Methods of Social Research,( London: The Free Press, 1978)

K.H Sirajuddin Abbas, Sejarah dan Keagungan Mazhab Syafi’i, (Jakarta: Pustaka Tarbiyah, 1991)

Kaufman, Roger A. Educational System Planning, (Englewood Cliffs, NMj: Prentice-Hall, INC, 1972)

Lihat Falmersius L.Gaol, Arti Penting Pendidikan Bagi Manusia, (Medan: Copyright © 2006-2007. BP-PLSP Regional I. All Rights Reserved, 2007)

Mahmud Yunus, Sejarah Penddikan di Indonesia, (Jakarta: Hidakarya Agung, 1993)

Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Hidakarya Agung, 1993)

Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Hidakarya Agung, 1985)

McMillan, J. H & Schumacher, S, Research in Education: A Conceptual Introduction (2nd ed). (Scott, Foresman: Glenview, III, (1989)

Mehdi Nakosteen, Kontribusi Islam atas Dunia Intelektual Barat: Deskripsi Analisis Abad Keemasan Islam, Edisi Indonesia (Surabaya: Risalah Gusti: 1996)

Mujamil Qomar, Pesantren dari Transformasi Metodologi Menuju Demokrasi Institusi,(Jakarta: Erlangga, tt)

Mulyadi Sumardi, Pengajaran Bahasa Asing, (Jakarta : Bulan Bintang, 1974)

Nazar Bakry, Syeikh Sulaiman Ar Rasuli, dalam Riwayat Hidup dan Perjuangan 20 Ulama Besar Sumatera Barat (Padang, Islamic Centre Sumatera barat, 1981)

Noeng Muhajir, Metode Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Rake Sarasin, 1996)

Ramayulis dan Samsul Nizar, Ensiklopedia Tokoh Pendidikan di Indonesia, Mengenal Tokoh Pendidikan Islami DuniaIslam dan Indonesia, (Jakarta: Quantum Teaching, 2005)

Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2006)

S.B. Merriam, Case Study Research in Education: a Qualitative Approach, (San Francisco: Jossey-Bass Publishers, 1988)

Salahuddin Hamid dan Iskandar Ahza, 100 Islam Paling Berpengaruh di Indonesia, (Jakarta: Intimedia, 2003)

Sanafiah Faisal, Penelitian Kualitatif: Dasar-Dasar dan Aflikasi (Malang: Yayasan Asah Asih Asuh, 1990)

Sanapiah Faisal, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional, 1982)

Syaifullah Amin, Syeik Sulaiman Ar-Rasuli Al-Minangkabawi, (http://www.opensubscriber.com/message/mediacare, 2009)

Tamin Ritonga, Proses Pembelajaran di Pesantren Darussalam, (Padang: Tesis UNP, 2004)

Team Penyusun, Pengantar Didaktik Metodik Kurikulum PBM, (Jakarta: CV Rajawali, 1989)

WP. Napitupulu, Guru dan Mutu Pendidikan, (Bali: Makalah Lokakarya, 17-21 Juni 2002)

Zubir Usman, Kedudukan Bangsa dan Bahasa Indonesia, (Jakarta, Gunung Agung, 1960



[1]Di antara mereka yang konsen meneliti tentang pemikiran beberapa ahli pendidikan tempo dulu adalah Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Hidakarya Agung, 1993); Salahuddin Hamid dan Iskandar Ahza, Seratus Tokoh Islam Paling Berpengaruh di Indonesia, (Jakarta: Intimedia, 2003); Aboebakar, Sejarah Hidup K.H .A Wahid Hasyim dan Karangan Tersiar, (Jakarta: Panitia Buku Peringatan Alm. K.H. A. Wahid Hasyim, 1957); Duksi Samad, Syeikh Burhanuddin dan Islamisasi Minangkabau, Jakarta: The Minangkabau Foundation, 2002); Al Chaedar, Pengantar Pemikiran Politik Proklamator Negara Islam Indonesia SM. Kartsuwiryo, (Jakarta: darul Falah, 1999); Edward (ed), Riwayat Hidup dan Perjuangan 20 Ulama Besar Sumatera Barat, (Padang: Islamic Cenre Sumatera Barat, 1981); Ramayulis, Samsul Nizar, Ensiklopedia Tokoh Pendidikan di Indonesia, Mengenal Tokoh Pendidikan Islami DuniaIslam dan Indonesia, (Jakarta: Quantum Teaching, 2005)

[2]Istilah “metode” berasal dari dua kata yaitu meta dan hodos. Meta artinya “melalui”, sedangkan hodos berarti “jalan atau cara, JJ. Hasibuan, Proses Belajar Mengajar Keterampilan Dasar Pengajaran Mikro, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1988), h. 65; Dalam buku Pengantar Didaktik Metodik Kurikulum PBM, metode berasal dari kata metodos (bahasa Yunani) yang berarti mengajar, menyelidiki, cara melakukan sesuatu, prosedur, Team Penyusun, Pengantar Didaktik Metodik Kurikulum PBM, (Jakarta: CV Rajawali, 1989) h. 2; Metode adalah, “rencana menyeluruh yang berhubungan dengan penyajian pelajaran secara teratur dan tidak saling bertentangan, Mulyadi Sumardi, Pengajaran Bahasa Asing, (Jakarta : Bulan Bintang, 1974), h. 12, Jadi metode bisa dipahami sebagai jalan yang harus ditempuh atau dilalui untuk mencapai tujuan tertentu. Jika dikaitkan dengan pendidikan, maka metode adalah jalan atau cara yang ditempuh untuk mencapai tujuan pendidikan

[3]Fairchild merumuskan sistem adalah “An aggregate of related interest or activities. There is the assumption of an organization of parts or phases in orderly arrangement”. Artinya sistem adalah sebuah hubungan terkait dengan aktivitas-aktivitas, yang terdapat asumsi dari bentuk bagian organisasi-organisasi yang terencana. Fairchild, P Henry.. Dictionary of Sociologi and Related Sciences, (New Jersey: Littelefield Adams & Co, Paterson, 1961). H. 315; Johnson dkk, diterjemahkan Pamudji menyatakan “Sistem adalah suatu kebulatan/keseluruhan yang kompleks atau terorganisir; suatu himpunan atau perpaduan hal-hal atau bagian-bagian yang membentuk suatu kebulatan/keseluruhan yang kompleks atau utuh”. Jhonson, Richard A, Kast, Fremont E, dan Rosenzweig (1963). Terjemah: Pamudji, S Teori Sistem dan Penerapannya dalam Management, (Jakarta: Ictiar Baru- Van Hoeve, 1980), h. 4

[4]Pentingnya pendidikan ini diungkapkan oleh Ramayulis dalam pernyataannya, “Seperti yang telah kita maklumi bersama, bahwa dalam masyarakat yang dinamis, pendidikan memegang peran yang menentukan terhadap eksistensi dan perkembangan masyarakat, karena pendidikan merupakan usaha untuk mentransfer dan mentransformasikan pengetahuan serta menginternalisasikan nilai-nilai kebudayaan dalam segala aspek dan jenisnya kepada generasi penerus. Demikian pula peran pendidikan Islam dikalangan umat Islam merupakan salah satu bentuk manipestasi dari cita-cita hidup Islam untuk melestrarikan, mentrasformasikan dan menginternalisasikan nilai-nilai Islam tersebut kepada generasi penerusnya, sehingga cultural-religius yang dicita-citakan dapat tetap berfungsi dan berkembang dalam masyarakat dari waktu-ke waktu”. Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2006), h. 132

[5]Sekaitan dengan itu, Falmersius L.Gaol, menuliskan bahwa “dari masa perkembangan peradaban kuno sampai munculnya abad “pencerahan” (renaisance) di eropa, bidang pendidikan mendapat tempat utama dan strategis dalam kehidupan. Beberapa tokoh dan pemikir mengungkapkan tentang pentingnya pendidikan seperti Jean Jaqques Rosseau, seorang tokoh pembaharu Perancis menyebutkan, “semua yang kita butuhkan dan semua kekurangan kita waktu lahir, hanya akan kita penuhi melalui pendidikan”. Aristoteles, ahli filsafat Yunani kuno berpendapat, bahwa perbaikan masyarakat hanya dapat dilakukan dengan terlebih dahulu meperbaiki sistem pendidikan. Van de Venter, tokoh politik ETIS atau balas budi, yang menjadi tonggak awal perkembangan munculnya golongan terpelajar Indonesia juga mengatakan, “Pendidikan yang diberikan kapada rakyat pribumi, akan dapat merubah nasib pribumi”, dan tokoh Pendiri nasional yakni Soekarno dan Ki Hajar Dewantara, juga menyebutkan bahwa satu-satunya yang dapat mengubah nasib suatu bangsa hanyalah “pendidikan”. Lihat Falmersius L.Gaol, Arti Penting Pendidikan Bagi Manusia, (Medan: Copyright © 2006-2007. BP-PLSP Regional I. All Rights Reserved, 2007), h. 1;

[6]WP. Napitupulu, Guru dan Mutu Pendidikan, (Bali: Makalah Lokakarya, 17-21 Juni 2002), h. 1

[7]Mengenai hal ini lihat Shalahuddin Hamid dan Iskandar Ahza, Seratus Tokoh Islam, (Jakarta: Intimedia Cipta Nusantara)

[8]Pendidik masa lampau lebih mengutamakan tanggungjawab dan kewajiban mendidik daripada hak, mereka bahkan tidak mengharapkan imbalan dari murid-muridnya tidak seperti kebanyakan guru yang terjadi pada saat ini. Contoh keikhlasan ulama dapat dilihat dalam kutipan pembicaraan anraa Sulaiman Arrasuli dengan Demang Datuk Batuah kurang lebih uangkapan pembicaraannya begini: Inyik Demang mengatakan: Kenapa orang-orang beraliran modern cepat majunya? Terorganisir. Pesantrennya telah berobah jadi sekolah, sama dengan sekolah-sekolah pemerintah, jadi kaji Angku seolah-olah permata intan berbungkus dengan karisiak (daun Pisang tua). Kaji orang hanya permata biasa saja tepi terletak dalam pajangan yang indah menarik. Dijawab oleh Ar Rasuli: Begini Inyiak!....Orang-orang akan lebih suka pada Dokter spesialis daripada ke tukang jual obat…di samping itu, kata Beliau: “Bayar uang sekolah menghilangkan keikhlasan..” Inyiak Demang Datuk: Benar juga keterangan Angku!, Lihat: Hamdan Izmi, Pertalian Adat dan Syara’, (Jakarta: Ciputat Press, 2003) h. 70-71

[9]Syaifullah Amin, Syeik Sulaiman Ar-Rasuli Al-Minangkabawi, (http://www.opensubscriber.com/message/mediacare, 2009), h. 1

[10]Ungkapan ini berasal dari Nurchalis Madjid, “Dilahirkan untuk jadi pemimpin agama Kharismatik”, dalam Dekan Fak. Adab, Proposal Penelitian 30 Ulama Sumatera Barat, (Padang: Puslit IAIN, 2007), h. 1

[11]Menurut pengertian asalnya, surau adalah bangunan kecil yang terletak di puncak bukit atau di tempat lebih tinggi dibandingkan lingkungannya, dipergunakan untuk penyembahan arwah nenek moyang. Dalam sejarah Minangkabau, diduga bahwa surau itu didirikan pada masa Raja Adityawarman pada tahun 1356 di kawasan Bukit Gombak. Surau tersebut, di samping berfungsi sebagai tempat berkumpul anak-anak muda mempelajari berbagai ilmu pengetahuan serta ketrampilan dan tempat berkumpulnya para lelaki dewasa. Di samping dipergunakan sebagai tempat ibadah, surau juga menjadi lembaga pendidikan dan pengajaran serta kegiatan sosial budaya. Dalam perkembangan selanjutnya fungsi surau di Minangkabau lebih menyerupai pesantren di Pulau Jawa atau pondok di Malaysia. Perkembangan tersebut dimulai sejak Syekh Burhanuddin mendirikan surau di Ulakan, Pariaman, pada abad ke-17 setelah dia kembali dari belajar agama dari Syekh Abdul Rauf Singkel, seorang ulama besar Aceh. Lihat: Harian Republika, Surau, (http://www.republika.co.id, 2007), h. 1

[12]Disebut kerja keras, karena upaya untuk menukar sistem belajar di surau menjadi belajar di kelas terlepas dari surau menjadi sesuatu yang sangat sulit sekali diterima masyarakat. Hal ini dapat dipahami bahwa surau sebagai salah satu lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia dan telah menjadi bahagian budaya Minangkabau sebelumnya telah menoreh kesuksesan yang luar biasa. Banyak para ahli yang berasal dari surau termasuk Sulaiman Ar Rasuli. Susahnya merubah sistim belajar di surau menjadi sekolah disebakan beberapa factor yaitu Pertama telah di mafhumi,dan diyakini oleh masyarakat keberadaan Surau di Minangkabau sebagai tempat penanaman nilai keagamaan, moral, etika dan belajar baca tulis Al-Qur’an serta tempat pelaksanaan ibadah. Ini berarti surau sebagai wahana pembentukan spritualisasi masyarakat. Lihat Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Hidakarya Agung, 1985), h. 34-35. Kedua, di samping sebagai lembaga keagamaan dan pendidikan, Surau juga memiliki peranan dan fungsi sebagai tempat berlangsungnya hubungan dan pembinaan sosio-kultural. Keluarga, kaum atau suku membangun surau dan memanfaatkannya sebagai tempat berkumpul, tempat tidur bagi generasi muda, tempat musyawarah, tempat belajar silat dan sebagainya. Artinya surau merupakan bagian yang tidak terlepaskan dari kegiatan social masyarakat. Zubir Usman, Kedudukan Bangsa dan Bahasa Indonesia, (Jakarta, Gunung Agung, 1960), h. 20. Lihat juga Elizabeth E.Graves, Minangkabau Respon Dutch Colonia Rule Nineteenth Centuri, New York 1981. Trj. Mestika Zed, Reaksi Minangkabau Terhadap Kolonialisme Belanda Abad XX (Padang: IKIP, 1986), h.57. Ketiga munculnya ulama dan pemikir besar Minangkabau yang juga berasal dari surau. Dengan demikian surau menurut masyarakat setempat pada waktu itu merupakan satu-satunya wahana sebagai tempat belajar yang terbaik, karena telah terbukti dapat melahirkan tokoh-tokoh besar. Dan karena itu wajar saja kalau pembangunan sekolah untuk merubah tempat belajar dari suarau mendapat perlawanan dari masyarakat dan para ulama waktu itu.

[13]Menurut informasi yang diperoleh para ulama yang ada di sekitar Bukit Tinggi dan yang ada di sumatera Barat tidak mengizinkan anak kemenakan mereka bersekolah di madrasah yang didirikan oleh Syek Qadhi Ladang Lawas, hal ini menyebakan madrasah kehilangan santri dan ini pula yang menyebabkan madrasah ditutup. Menurut pendapat lain gagalnya Qadhi Ladang Lawas mendirikan madrasah dengan sistem klasikal karena beberapa ulama merasa tidak senang dengan beliau karena pernah menjadi qadhi dalam pemerintahan Belanda. Mengenai hal ini lihat: Edward (ed) Riwayat Hidup dan Perjuangan 20 Ulama Besar Sumatera Barat, (Padang, Islamic Centre Sumatera Barat, 1981), h. 67-75

[14]Dzul 'Ashfi, Syeikh Sulaiman Ar-Rasuli (Ciputat: Pesantren Luhur Ilmu Hadis Darus-Sunnah, 2009), h. 1

[15]Syeikh Ahmad Khatib Al-Minangkabawy dengan nama lengkap Ahmad Khatib bin Abdul Latief al-Minangkabawy, as-Syafii, lahir pada hari Senin tanggal 6 Dzulhijjah 1276 H., di Koto Gadang Bukittinggi Sumatera Barat dan wafat di Mekah hari Senin 8 Jumadil Awal 1334 H. beliau adalah ulama besar yang pertama menduduki kursi dan jabatan Imam Khatib dan Guru Besar di Masjid Mekkah (Masjidil Haram) dan juga Mufti besar dalam Mazhab asy-Syafi’i, Beliau adalah satu-satunya ulama Indonesia yang mencapai derajat setinggi yang dipangkunya di Mekkah Mukarramah. Banyak sekali murid beliau bangsa Indonesia pada permulaan abad ke-14., yang belajar kepada beliau tentang ilmu fiqh asy-Syafi’i, yang kemudian menjadi ulama-ulama besar pada pertengahan abad ini di Indonesia. Lebih lanjut Lihat: K.H Sirajuddin Abbas, Sejarah dan Keagungan Mazhab Syafi’i, (Jakarta: Pustaka Tarbiyah, 1991), cet-5, h. 194

[16]Lihat: Admin, Syaikh Sulaiman Ar Rasuli (1287-1390 H), (http://bahrusshofa.blogspot.com/2006/09/syaikh-sulaiman-ar-rasuli.html, 2007), h. 1

[17]Nazar Bakry, Syeikh Sulaiman Ar Rasuli, dalam Riwayat Hidup dan Perjuangan 20 Ulama Besar Sumatera Barat (Padang, Islamic Centre Sumatera barat, 1981), h. 79

[18]Hamdan Izmi, Pertalian Adat dan Syara’, op.cit., h.58-59

[19]Indrawan WS, Kamus Lengkap Bahasa Indosnesia,(Jombang: Lintas Media, tt), h. 404

[20]Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesa, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), h. 683

[21]Ibid, h. 981

[22]Fairchild, P Henry. Dictionary of Sociologi and Related Sciences, (New Jersey: Littelefield Adams & Co, Paterson, 1961), h. 315

[23]Jhonson, Richard A, Kast, Fremont E, dan Rosenzweig Teori Sistem dan Penerapannya dalam Management. Terjemah: Pamudji, S, Jakarta: Ictiar Baru- Van Hoeve, 1980)), h. 4

[24]Kaufman, Roger A. Educational System Planning, (Englewood Cliffs, NMj: Prentice-Hall, INC, 1972), h. 1

[25]. Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Hidakarya Agung, 1985), h. 34-35

[27]Mujamil Qomar, Pesantren dari Transformasi Metodologi Menuju Demokrasi Institusi,(Jakarta: Erlangga, tt) h. xiv

[28]Tamin Ritonga, Proses Pembelajaran di Pesantren Darussalam, (Padang: Tesis UNP, 2004), h. 12

[29]Mehdi Nakosteen, Kontribusi Islam atas Dunia Intelektual Barat: Deskripsi Analisis Abad Keemasan Islam, Edisi Indonesia (Surabaya: Risalah Gusti: 1996), h. 66

[30]Abu Luwis al-Yasu'I, al-Munjid Fi al-LughahWa al-Munjid Fi al-A'lam, Cet.-23, Dar al-Masyriq, Beirut, tt, h. 221

[31]Ibid., h. 222.

[32]H.A. Malik Fadjar, Visi Pembaruan Pendidikan Islam (Jakarta: LP3NI, 1998), h. iii

[33]Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesa, op.cit., h. 408

[34]Alaidin Koto, Pemikiran Politik Pertsatuan Tarbiyah Islamiyah (1945-1970), (Pekanbaru: Susqa Press, 1996)

[35]Hamdan Izmi (ed), Pertalian Adat dan Syara’, (Jakarta: Ciputat Press, 2003)

[36]Mahmud Yunus, Sejarah Penddikan di Indonesia, (Jakarta: Hidakarya Agung, 1993)

[37]Shalahuddin Hamid dan Iskandar Ahza, 100 Tokoh Islam, (Jakarta: Intimedia, 2003)

[38]McMillan, J. H & Schumacher, S, Research in Education: A Conceptual Introduction (2nd ed). (Scott, Foresman: Glenview, III, (1989), h. 8.

[39]Cohen, L. & Manion, L, Research Methods in Education (4th ed.). (London & New York: Routhledge, 1994), 4.

[40]HS. Hasibuan, Proses Komunikasi Atasan dan Bawahan dalam Pelaksanaan Tugas di STIT YAPTIP Pasaman Barat, (Padang, Pascasarjana UNP, 2008), 64.

[41]Imam Munawir, Metode-Metode Penelitian Sosial, (Surabaya: Usaha Nasional, Tt), h. 396

[42]Sanapiah Faisal, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional, 1982), h. 133

[43]Sanafiah Faisal, Penelitian Kualitatif: Dasar-Dasar dan Aflikasi (Malang: Yayasan Asah Asih Asuh, 1990). h. 78

[44]S.B. Merriam, Case Study Research in Education: a Qualitative Approach, (San Francisco: Jossey-Bass Publishers, 1988), h. 3

[45]K.D. Bailey, Methods of Social Research,( London: The Free Press, 1978), h. 198

[46]Ibid., h. 202

[47]S.B. Merriam, Case Study Research in Education: a Qualitative Approach, Op.Cit., h.108-109

[48]Noeng Muhajir, Metode Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Rake Sarasin, 1996), h. 50.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar